Press ESC to close

Menghapus Stigma Kontrasepsi Melalui Pendidikan Inklusif

Oleh: Tamara Rizki (Mahasiswi S2 Hukum Universitas Islam Indonesia)

Indonesia saat ini menjadi negara yang sangat ramai dengan isu-isu menarik terkhususnya dengan hadirnya PP No. 28 tahun 2024 tentang pelaksanaan Kesehatan. Pasal yang sangat kontroversi selalu membangkitkan semangat luar biasa untuk di kritisi secara detail oleh para pakar ilmuan mana saja.

Pasal 103 ayat 1 PP No.28 tahun 2024 : remaja merupakan bagian upaya kesehatan sistem reproduksi sesuai siklus hidup. Penjelasan lebih lanjut mengenai kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja. menjadi sorotan yang luar biasa hari ini. Jika masyarakat salah dalam mengartikan pasal tersebut maka masyarakat akan beranggapan bahwa Indonesia siap melegalkan seks bebas tanpa didasari hubungan yang sah.

Namun tidak dapat dihindari, Stigma seputar penggunaan alat kontrasepsi adalah salah satu tantangan utama dalam upaya meningkatkan kesehatan reproduksi dan mengurangi angka kehamilan yang tidak diinginkan, terutama di kalangan remaja. Dalam hal ini Banyak faktor yang berkontribusi pada munculnya stigma ini, termasuk norma budaya dan agama, informasi yang salah, serta pengaruh sosial yang kuat. Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan melalui pendidikan yang inklusif dan tidak menghakimi menjadi kunci utama.

Pendidikan seksual yang komprehensif adalah langkah pertama dalam mengatasi stigma terkait alat kontrasepsi. Pendidikan semacam ini harus mencakup informasi yang benar dan menyeluruh tentang berbagai aspek kesehatan reproduksi, termasuk jenis-jenis alat kontrasepsi, cara penggunaannya, serta manfaat dan risiko yang terkait. Lebih dari sekadar memberikan pengetahuan, pendidikan ini juga harus berfokus pada pengembangan keterampilan hidup seperti pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan komunikasi yang efektif dalam hubungan.

Pendidikan yang komprehensif ini penting karena memberikan siswa pemahaman yang mendalam tentang pentingnya menjaga kesehatan reproduksi mereka. Ketika siswa dilengkapi dengan informasi yang akurat dan lengkap, mereka lebih cenderung membuat keputusan yang tepat mengenai kesehatan mereka sendiri, termasuk penggunaan alat kontrasepsi. Hal ini dapat mengurangi stigma karena siswa akan lebih memahami bahwa penggunaan kontrasepsi adalah bagian dari tanggung jawab pribadi untuk menjaga kesehatan, bukan sesuatu yang harus dipandang rendah.

Lalu sekolah bersama pemerintah harus menghadirkan Lingkungan pendidikan yang inklusif adalah lingkungan di mana semua siswa merasa diterima, dihargai, dan didukung tanpa memandang latar belakang mereka. Dalam konteks pendidikan mengenai alat kontrasepsi, inklusivitas berarti menghormati perbedaan budaya, agama, dan nilai-nilai pribadi sambil tetap memberikan akses ke informasi yang diperlukan.

Untuk mencapai inklusivitas, pendidik harus dilatih untuk mengenali dan mengatasi bias mereka sendiri, serta untuk menciptakan ruang di mana siswa merasa aman untuk berbicara tentang kesehatan reproduksi tanpa rasa takut akan penilaian atau diskriminasi. Ini bisa dicapai melalui program pelatihan guru yang fokus pada peningkatan kesadaran budaya, keterampilan komunikasi non-diskriminatif, dan pendekatan pedagogis yang menghargai perbedaan.

Selain itu, kurikulum harus dirancang dengan mempertimbangkan keberagaman siswa. Misalnya, kurikulum harus mencakup berbagai perspektif budaya dan agama mengenai alat kontrasepsi, serta menyediakan informasi yang relevan bagi siswa dari semua orientasi seksual dan identitas gender. Dengan cara ini, pendidikan tidak hanya menjadi sarana untuk menyampaikan informasi, tetapi juga untuk membangun pemahaman dan rasa hormat terhadap perbedaan.

Mengatasi stigma terkait alat kontrasepsi tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah tetapi orang tua dan komunitas juga harus terlibat dalam proses ini. Melibatkan orang tua dalam pendidikan kesehatan reproduksi dapat membantu mengurangi stigma di rumah dan memperkuat pesan yang disampaikan di sekolah. Program pendidikan yang melibatkan orang tua dapat mencakup diskusi terbuka tentang pentingnya kesehatan reproduksi dan penggunaan alat kontrasepsi, serta bagaimana orang tua dapat mendukung anak-anak mereka dalam membuat keputusan yang tepat.

Selain itu, komunitas juga dapat memainkan peran penting dalam mengatasi stigma. Kampanye kesadaran masyarakat yang dipimpin oleh tokoh-tokoh berpengaruh, seperti pemimpin agama atau tokoh masyarakat, dapat membantu mengubah sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi. Komunitas juga dapat menyediakan dukungan sosial bagi individu yang memilih untuk menggunakan kontrasepsi, sehingga mereka merasa didukung dalam keputusan mereka.

Menghapus stigma terkait alat kontrasepsi melalui pendidikan yang inklusif dan tanpa penghakiman membutuhkan pendekatan yang holistic dan kolaboratif dari berbagai pihak. Dengan menyediakan pendidikan seksual yang menyeluruh, menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, memerangi mitos dan kesalahan informasi, serta melibatkan orang tua dan masyarakat, kita bisa membantu siswa menyadari pentingnya kesehatan reproduksi dan membuat keputusan yang tepat tanpa tekanan sosial. Selain itu, akses yang mudah dan aman terhadap alat kontrasepsi juga harus menjadi elemen penting dalam upaya ini, sehingga setiap siswa dapat menjaga kesehatan reproduksinya dengan penuh percaya diri dan tanggung jawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

@Katen on Instagram
This error message is only visible to WordPress admins

Error: No feed with the ID 1 found.

Please go to the Instagram Feed settings page to create a feed.