Press ESC to close

Nilai Inklusif pada Novel Sang Pencerah

Oleh: Renci

Praktik diskriminasi dalam pendidikan telah menyebabkan terjadinya persoalan kesenggangan terhadap akses pendidikan. Kurangnya kesadaran terhadap akses pendidikan untuk semua dan peraturan kebijakan yang tidak mengakamodir semua kalangan adalah penyebab praktik diskriminasi ini terjadi. 

Tawaran solusi menghadapi pendidikan yang diskriminatif adalah menghadirkan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif sebenarnya telah menjadi peraturan perundang-perundangan nomor 22 tahun 2003, yang mengusahakan penyelenggaraan pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya masing-masing. 

Pendidikan Inklusif merupakan gagasan pendidikan yang relevan dengan ajaran Islam. Gagagan tentang pendidikan inklusif termaktub dalam beberapa ayat al-Qur’an. Di antaranya Q.S Al-Hujrat [49]: 10-13 yang mana memaparkan tentang kesamaan derajat manusia dan etika berhubungan antar sesama manusia.

Pendidikan inklusif memiliki relevansi yang penting dengan pembelajaran agama Islam. Dalam konteks ini, pendidikan inklusif berupaya untuk memastikan bahwa semua individu, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, mendapatkan akses yang sama terhadap pendidikan, termasuk pendidikan agama.

Salah satu referensi yang dapat dijadikan contoh model pendidikan inklusif dalam pembelajaran Islam adalah novel Sang Pencerah. Novel ini mengilustrasikan perjuangan K.H Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dalam usahanya mencerdaskan umat dengan pendekatan yang inklusif. K.H Ahmad Dahlan terbilang seorang pembaharu pendidikan dalam Islam di Indonesia karena mengenalkan konsep pendidikan untuk semua kalangan termasuk akses pendidikan untuk perempuan.

Novel Sang Pencerah

Buku berjudul Sang Pencerah yang ditulis oleh Akmal Nasery Basral menceritakan tentang kehidupan K.H. Ahmad Dahlan dan perjuangannya mendirikan Muhammadiyah. Diterbitkan oleh Mizan Pustaka pada Juni 2010, buku ini memiliki ketebalan 461 halaman. Sinopsis buku ini menceritakan perjalanan pendidikan Ahmad Dahlan ke Mekkah selama lima tahun guna meniti ilmu agama dan mendalaminya. Berasal dari keluarga Kiai, Ahmad Dahlan Muda memang dipersiapkan oleh orang tuanya untuk melanjutkan dakwah ayahnya.

Setelah mengenyam pendidikan di Mekkah, Dahlan muda kembali ke tanah air dan menikah dengan Siti Walidah diusianya yang ke-21 tahun. Sepulangnya ke tanah air, Dahlan merasa kegelisahan perihal pelaksanaan syariat Islam yang melenceng ke arah bid’ah. Berangkat dari sikap kritis dan pemahaman ilmu agama, Ahmad Dahlan mengawali pergerakan dengan mengubah arah kiblat di langgarnya. Melalui gerakan perubahan ini, Dahlan dituduh kiai kafir dan ingin menyesatkan juga memecah belah umat Islam.

Gerakan dakwah perubahan yang diinisiasi oleh Ahmad Dahlan ini mendapatkan kemarahan dari kiai penghulu Masjid Gedhe Kauman, tersebab hal itu Ahmad Dahlan membuka tempat sholat di langgar kidul dan membuka pengajian untuk anak muda. Sampai pada akhirnya Kiai Dahlan membuka syarikatan Muhammadiyah, meski hal tersebut tidak mendapat dukungan dari Kiai Penghulu, tetapi Ahmad Dahlan mendapatkan dukungan dari Budi Utomo.

Ahmad Dahlan juga mendapat dukungan dari Sri Sultan Hamengkubuwono saat Ia menyampaikan permohonan atas pendirian syarikatan Muhammadiyah. Karena hal itu menyangkut agama Islam, Sri Sultan memerintahkan patih untuk meneruskan surat itu kepada Kiai Penghulu. Sampai akhirnya Kiai Penghulu mau berdamai dengan Kiai Dahlan dan menerima perpindahan kiblat serta menerima adanya pendirian Muhammadiyah.

Secara keseluruhan, dalam novel ini menceritakan keresahan Ahmad Dahlan sejak muda dalam melihat pelaksanaan syariat Islam. Pasca di Mekkah dan belajar dari para ulama, Ahmad Dahlan merasa perlu melakukan perubahan. Terdapat satu pesan yang sangat tajam, bahwa ketika seorang Muslim memutuskan untuk berhaji, seharusnya pulang dengan melakukan sesuatu perubahan. Sebab jika berhaji saja tanpa melakukan sesuatu untuk tempat asalnya, maka akan sama saja statusnya.

Nilai Inklusif dalam Novel Sang Pencerah

Dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral, ada banyak Pelajaran dan nilai hidup yang bisa diambil oleh pembaca. Pesan tersirat maupun pesan langsung menjadi amanat yang bisa diimplementasikan oleh pembaca dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu nilai yang bisa diambil dari novel ini adalah nilai inklusifitas yang secara tersirat bisa dipelajari oleh para pembaca. 

Dari segi pendidik, melalui novel ini pembaca diarahkan untuk menerapkan pendidikan inklusif dan memiliki sudut pandang untuk menerima semua kalangan tanpa memandang status. Hal ini banyak ditunjukkan oleh tokoh Ahmad Dahlan seperti sikap menyetarakan siapa saja karena kedudukan manusia setara di mata Allah. Ini ditunjukkan saat Ahmad Dahlan mengkritisi sikap Belanda yang selalu membeda-bedakan.

Sikap tidak membedakan Ahmad Dahlan tidak hanya ditujukan pada sikap kritisnya terhadap Belanda, Ahmad Dahlan juga memberi ruang belajar bagi anak yatim, orang miskin dan kaum lemah. Ahmad Dahlan juga menunjukkan pendidikan yang inklusif sebab dari segi peserta didik, ruang pendidikan yang dihadirkan oleh Ahmad Dahlan tidak hanya untuk laki-laki, melainkan juga bagi perempuan.

Dari segi kurikulum, Ahmad Dahlan telah menunjukkan kurikulum yang berkemajuan. Ahmad Dahlan dalam pembelajarannya senantiasa menggunakan metode yang relevan dengan materi yang disampaikan. Ahmad Dahlan juga menerapkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, yaitu dengan memberi kesempatan bagi peserta didik untuk merdeka memilih materi apa yang ingin ditanyakan. 

Sarana prasarana yang digunakan oleh Ahmad Dahlan satu abad yang lalu membuktikan bahwa penggunaan bangku dalam pembelajaran menjadikan pembelajaran mudah dilakukan. Ahmad Dahlan juga menghadirkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan.

Sang Pencerah merupakan novel yang bisa dijadikan salah satu referensi untuk pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Terdapat 3 alasan kenapa novel Sang Pencerah relevan dengan pembelajaran Agama Islam. Pertama, nilai-nilai yang tertuang di dalam novel Sang Pencerah tidak berseberangan dengan nilai Islam. Hal ini menjadi alasan yang bisa menjadikan novel Sang Pencerah sebagai sebuah alternatif pembealajran.

Kedua, inklusifitas yang tersirat di dalam novel tersebut juga relevan dengan pembelajaran Islam yang secara umum mengajarkan anak-anak untuk saling menghargai dan menghormati perbedaan.Nilai-nilai ini akan mengantarkan peserta didik untuk memiliki sikap toleransi dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Lebih jauh dari itu, peserta didik akan bisa tercetak sebagai lulusan yang menerapkan moderasi beragama juga bermasyarakat dalam lingkungannya.

Ketiga, Selain nilai-nilai inklusif, sebenarnya masih banyak nilai kebaikan yang tertuang dalam novel Sang Pencerah. Ada beragamnya nilai yang juga menyampaikan perihal agama Islam, menjadikan novel ini relate dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam, sehingga novel ini bisa menjadi metode penyampaian materi oleh guru. Tentu penyampaian materi yang tidak hanya menggunakan metode ceramah bisa menjadikan kelas lebih kreatif dan variative di kelas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

@Katen on Instagram
This error message is only visible to WordPress admins

Error: No feed with the ID 1 found.

Please go to the Instagram Feed settings page to create a feed.